Tgl. 24 Mei 2012
Saya repost untuk menambah bahan bacaan di blog pribadi saya :)
Link asli yang sudah dimuat bisa dilihat di sini
Sudah lama saya ingin punya foto keluarga “mini” selain dari foto keluarga besar yang biasanya. Karena saya ingin sekali mengabadikan wajah-wajah orang yang saya cintai itu dalam bingkai besar dan dipajang di ruang keluarga. Karena terus terang, di dinding rumah saya tidak ada foto keluarga. Padahal, di album foto, banyak bertebaran foto anak pertama saya, Micca.
Waktu Micca berusia 1 tahun, sudah terlintas rencana untuk pergi ke studio foto. Tapi suami berkata, “Nanti saja kalau sudah punya beberapa anak…” Memangnya membuat foto keluarga harus tunggu punya banyak anak, ya? Saya pikir, baiklah kalau begitu, tunggu Micca agak besar sedikit dan punya adik, baru kita ke studio foto.
Setelah sekian lama memendam hasrat ingin membuat foto keluarga, akhirnya saya menjalankan aksi saya. Berunding dengan suami, dan beliau pun setuju. Saya mendapatkan info tentang fotografer freelance yang biasa membuat foto bayi dan keluarga serta bisa dipanggil ke rumah. Setelah saya berhasil menghubungi dan memastikan suami libur juga, ditentukanlah harinya. Semalam sebelum membuat sesi pemotretan, saya bingung mencari ide untuk pakaian yang akan dikenakan. Ganti baju atau cukup 1 baju saja? Warna apa, netral atau ceria? Harus seragam atau sesuka hati? Yang formal atau kasual?
Tiba hari saat pemotretan, sudah janjian dengan si tukang foto pukul 10 pagi di hari Minggu. Anak-anak sudah mandi dan sarapan, juga saya dan suami. Asyik berdiskusi dengan suami tentang hal pekerjaan dan menunggui anak-anak bermain di kamarnya sampai lupa waktunya menidurkan si kecil yang biasanya tidur pukul 08.30. Seperti biasa kalo ayah dan maminya di rumah, anak-anak (Micca 4,5 tahun dan Nadien 15 bulan) seperti punya baterai luar biasa dahsyat yang membuat mereka tidak berhenti bergerak mencari perhatian. Jam tidur adik pun jadi luput dari kebiasaan.
Akhirnya, ketika fotografernya datang, si adik baru saja 10 menit terlelap di pelukan saya. Tapi, fotografer itu berpesan “Tidak apa-apa, Bunda, biar adiknya tidur dulu, daripada bangun dan merusak moodnya.” Jadi sambil menunggu Nadien bangun, suami mengobrol panjang lebar dulu dengan fotografernya. Sedangkan saya? Berdiri di depan pintu lemari pakaian yang terbuka dan masih juga bingung mau pakai baju apa.
Tidak sampai 30 menit si adik tidur, akhirnya bangun juga karena si kakak yang terlalu ribut meloncat ke sana-kemari saking girangnya akan difoto. Sebagai catatan, Micca hobi sekali difoto dan bergaya. Terbangun dengan tidak enak membuat si adik sedikit rewel. Menenangkannya butuh waktu 30 menit lebih. Sambil bercerita, menyuapinya, dan mengganti bajunya lama-kelamaan Nadien mulai santai dan berkurang rewelnya.
Set foto sudah dibuat, perlengkapan sudah siap terpasang di ruang tamu. Ternyata sang fotografer membawa perlengkapan sendiri dan lengkap sampai backgroundnya. Dia hanya meminjam beberapa properti seperti bantal duduk dan boneka. Karena Micca sudah siap duluan dengan bajunya, dia yang difoto duluan sambil menunggu yang lain bersiap. Saya dengarkan dari kamar, si fotografer sangat interaktif dan komunikatif, juga penyabar. Banyak yang ia tanyakan ke Micca, seperti misalnya “Kak, giginya bersih sekali, ya? Senyum dong ke Om, biar cantik fotonya… tuh giginya sudah banyak lho… lihat dong.” Dia juga bertanya tentang teman di sekolah, makanan kesukaan dan banyak lagi. Micca yang pada dasarnya cepat akrab dan suka bercerita, jadi paling banyak punya foto.
Setelah itu foto keluarga dengan berbagai pose, duduk santai di lantai, berdiri, setengah duduk, bermacam-macam posisi… Di tengah-tengah sesi foto, Nadien rewel. Beberapa kali terhenti karena dia minta menyusu, minta kue, minta keluar jalan-jalan, dan sama sekali tidak mau dipangku apalagi diletakkan di set foto. Dia baru mau diam ketika berhasil merebut tutup lensa kamera dan bando yang dipakai kakaknya. Itupun hanya sesaat lalu mulai berusaha memanjat tiang lampu si fotografer. Ternyata lelah juga membuat foto keluarga bersama anak kecil. Saya sampai lupa rencana saya untuk mengganti baju agar foto-nya bisa bervariasi. Tapi hasil akhirnya ternyata cukup memuaskan.
Tips membuat foto keluarga berdasarkan pengalaman saya:
- Pilih fotografer yang handal, bukan hanya dari hasil jepretannya, tapi juga yang harus bisa telaten dan sabar bekerja dengan anak-anak. Fotografer yang saya pilih punya dua anak yang masih kecil dan cukup kebapakan. Kalau bisa, fotografer yang bisa dipanggil ke rumah dan punya waktu tidak terbatas, dalam arti bisa sabar menunggu mood si kecil. Dan pilih yang dari segi biaya amat terjangkau dengan kantong. Beberapa fotografer andal memang memiliki tarif mahal, tapi hasil fotonya (atau editannya) memang bagus.
- Pilih waktu yang tepat. Tidak pada saat kita ada rencana lain keluar rumah, pada hari kerja, pas hari hujan/mati lampu, atau pas si kecil tidak fit. Karena sesi foto bisa saja menghabiskan waktu, dalam kasus saya, hampir 4 jam. Diselingi insiden set background ditarik sampai jatuh, panjat memanjat tiang lampu, menarik paksa kamera si fotografer sampai rebutan boneka.
- Sediakan ruangan yang cukup lega untuk membuat set foto dan perlengkapan foto si fotografer. Selain menjaga keamanan (si kecil suka lari-lari dan bisa saja tersandung kabel/tiang lampu), ruangan yang cukup bisa membuat suasana sesi foto tidak sumpek atau panas. Memilih lokasi di luar ruangan juga bisa, tergantung dari keinginan masing-masing.
- Agar fotografer agar tidak ikutan kesal melihat tingkah anak-anak yang kadang moody, sediakan minuman segar dan makanan ringan yang cukup. Jangan lupakan cemilan anak-anak.
- Siapkan baju dan properti sehari sebelum sesi pemotretan, paling tidak mengurangi kerepotan ketika akan dilakukan sesi foto.
- Sebelum sesi foto, lakukan jadwal seperti yang seharusnya dilakukan si anak. Misalnya mandi dan sarapan, minum susu, bermain lalu tidur cukup pada waktu yang biasanya. Hindari mengganti rutinitas mendadak. Hal ini mencegah anak rewel ketika sesi foto berlangsung.
- Pada saat sesi foto berlangsung, jangan forsir anak sesuai keinginan orangtua. Biarkan mereka bergaya secara alami dengan arahan sederhana. Foto candid lebih lucu dan menggemaskan hasilnya. Hal ini juga menjaga mood mereka agar sesantai mungkin. Berhentilah sekali-sekali, jangan terus menerus.
- Jika anak capek atau rewel, turuti dulu keinginannya. Jangan malah ikutan stres. Sebaiknya jangan dipaksakan terus difoto jika anak sudah tidak mau lagi. Fotografernya bisa dipanggil lagi. Daripada hasil foto kacau dan si adik melanjutkan aksi rewelnya berjam-jam setelah fotografer pulang.
- Pilih foto yang layak diabadikan atau dicetak. Sebagian berpikir semua foto itu bagus, lantas dicetak semua. Fotografer seperti yang saya sewa, mematok tarif murah untuk cetaknya, memberi beberapa lembar foto 10 R gratis dan menyimpan semua file hasil foto di cd yang diberikan juga pada saya kalo sewaktu-waktu saya ingin mencetak sendiri.
- Jika ingin mencetak foto besar untuk dipajang di dinding, saat ini sudah ada alternatif mencetak di kanvas (digital printing) dengan harga terjangkau. Karena saat saya tanya ke fotografer, untuk cetak foto di studio foto ukuran kurang lebih 75 cm x 100 cm biayanya antara Rp150 – 200 ribu, belum termasuk editing. Bandingkan dengan cetak kanvas yang hanya sekitar Rp15 – 50 ribu.
Ini beberapa dari hasil sesi foto kami.
========================================================================
Saat ini usia Kakak Micca sudah 7 Tahun dan adik Nadien 4 tahun, dan kami sudah menambah 1 anggota keluarga lagi adik Pia usia 2 tahun.
0 comments:
Post a Comment